Dilihat dari segi kebahasaan, humanisme berasal
dari Bahasa Latin "humanus" terdiri
dari kata homo yang
berarti manusia. Humanus berarti
sifat manusiawi atau sesuai dengan kodrat manusia (A.Mangunhardjana dalam
Haryanto Al-Fandi, 2011:71). Sebagai paham, pendukungnya disebut humanis. Paham
humanis adalah suatu aliran untuk mempelajari dan menyelidiki buku-buku
pengetahuan yang ditinggalkan oleh orang-orang Yunani dan Romawi. Buku-buku
tersebut dicetak kembali serta diberi penjelasan. Selain humanus, terdapat istilah umanista, yakni jargon zaman Renaissance yang sejajar dengan artista (seniman) atau iurista (ahli hukum). Umanista adalah guru atau
murid yang mempelajari kebudayaan, seperti gramatika, retorika, sejarah, seni
puisi, atau filsafat moral.
Secara terminologi, humanisme berarti martabat dan
nilai dari setiap manusia, dan semua upaya untuk meningkatkan
kemampuan-kemampuan alamiah (fisik - nonfisik) secara penuh. (Hasan Hanafi
dalam Haryanto Al-Fandi, 2011:71).
Abdurrahman Mas’ud (2004:135) mengemukakan bahwa
humanisme dimaknai sebagai kekuatan atau potensi individu untuk mengukur dan
mencapai ranah ketuhanan dan menyelesaikan permasalahan-permasalah sosial.
Menurut pandangan ini, individu selalu dalam proses menyempurnakan diri.
Humanisme sebagai suatu aliran dalam filsafat,
memandang manusia itu bermartabat luhur, mampu menentukan nasib sendiri, dan
dengan kekuatan sendiri mampu mengembangkan diri. Pandangan ini disebut
pandangan humanistis atau humanisme.
Pemakaian istilah humanisme mula-mula terbatas pada
pendirian yang terdapat di kalangan ahli pikir di zaman Renaissance yang mencurahkan
perhatian kepada pengajaran kesusateraan Yunani dan Romawi Kuno dan kepada
perikemanusiaan.
Posisi humanisme sama dengan reformasi. Keduanya sama-sama
mengunggulkan pencapaian individu. Perbedaannya adalah bahwa humanisme,
kebenaran yang mereka pikirkan tidak terikat pada kebenaran Tuhan. Manusia
adalah pusat, bukan Tuhan. Pemikiran tersebut dipengaruhi oleh ilmu alam, kelak
menjadi aliran rasionalisme. Sebaliknya aliran reformasi tidak memuja manusia
dan keindahan, tetapi memuja Tuhan. Kebahagiaan bukan di dunia, melainkan di
akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar