Kamis, 12 Desember 2013

Si Rajin dan Si Pemalas



Si rajin, adalah seorang mahasiswa yang bisa dibilang sebagai teladan bagi teman-teman sekelasnya. Selalu menjadi perhatian dosen dan  dipandang sebagai seorang mahasiswa yang smart. Datang tepat waktu, berpenampilan rapi,  tidak pernah absen disetiap mata kuliah, selalu mengerjakan tugas, dan aktif dikelas. Itulah si rajin.
Si rajin ini juga pinter gambar tokoh dalam  komik loh ! Hingga di usianya yang belum genap 20 tahun, ia sudah memakai kacamata. “Masa depannya cerah !”, mungkin itu yang terlintas dipikiran orang-orang yang melihat penampilannya. Tapi kalau menurut saya,” biasa aja kalee !”.
Ya, setiap orang memiliki penilaian yang berbeda. Karena Indonesia adalah Negara yang Demokrasi. “Wuiih, sok tau tapi bener kan?”, hehehehe.
Sedangkan si pemalas, ia adalah mahasiswa yang tidak layak untuk dicontoh. Selalu menjadi bahan perbincangan  miring oleh setiap dosen. Para dosen mengeluh karena si pemalas tidak pernah hadir dikelas, tidak pernah mengerjakan tugas, dan terlihat semaunya sendiri. “Mau jadi apa dia?”,  mungkin keluh setiap dosen.

Meskipun si pemalas tidak terlihat menonjol dikelas, namun dia memiliki soft skill yang cukup mengagetkan teman-temannya. Si pemalas pernah meraih runner up dalam Turnamen Olahraga bidang Catur di Universitas tempat dia menuntut ilmu. Cukup mengherankan, seorang mahasiswa pemalas bisa meraih runner up dalam turnamen catur. Meskipun tidak meraih juara satu, namun prestasinya layak untuk diperhitungkan. Padahal catur adalah bidang olahraga yang cenderung menggunakan otak daripada fisik. Selain itu si pemalas juga memiliki pekerjaan serabutan ditempat asalnya, yaitu sebagai model. Meskipun hanya model  amatiran , namun si pemalas ini selalu berusaha untuk profesional dengan pekerjaannya tersebut. Dan selalu meraih hasil yang maksimal dalam setiap pemotretannya. “Woow, keren !”, mungkin itu kata-kata yang diucapkan setiap wanita yang memujinya.
“Gue malah jadi salut sama si pemalas”, ujar saya dalam hati. Karena mungkin itu termasuk kategori si penulis, hehehehehe.

Suatu hari, si pemalas berangkat kuliah dan tepat waktu. “Tumben amat !”, mungkin itu yang ada dibenak para pembaca.
 Ya,karena  hari itu adalah hari ujian mid semester mata kuliah Sang Dosen Killer. Sesampainya dikampus, si pemalas bertemu dengan si rajin, dengan pede nya si pemalas menyapa, “Hai bro, gimana kabarnya? Udah belajar buat ujian nanti belum?”. Si rajin pun menjawab dengan sinis, “Ahh, apaan lo? Lo aja gak pernah masuk kuliah. Si pemalas pun malah tertawa dan seraya berkata, “Ehh, gue emang jarang masuk kuliah tapi gue  udah nyari materi di mbah google. “Halah, dapet materi dari mbah google aja bangga !” jawab si rajin dengan sedikit ngotot dan kemudian berjalan meninggalkan si pemalas untuk menuju kelas. Si pemalas pun tersenyum kecut. “Awas aja lo !”, kata si pemalas dalam hati.
Maklumlah, si pemalas ini memang orangnya mudah marah, bukan berarti gak penyayang loh. Hehehehehehehe. . .
Dosen yang dikenal paling menyebalkan dan killer telah masuk kelas dengan raut wajah seperti harimau yang akan menerkam mangsanya. Lembar jawab pun dibagikan.
Si rajin yang terlihat paling menonjol dikelas, sok menawarkan bantuan kepada Dosen Killer tersebut, alias cari muka. Sedangkan si pemalas, duduk dikursi paling belakang, pojok, dengan santai dan rileks. Serta penampilannya yang madesu (masa depan suram). Tapi lumayan cool untuk mahasiswa yang memiliki sambilan sebagai model. Sesuai dengan pekerjaannya.
Ujian pun dimulai, waktu kurang lebih 90 menit, dengan 5 soal yang ditulis di whiteboard . Setiap soal memiliki jawaban kurang lebih satu paragraph. “Wuiih, udah kayak mau bikin karangan narasi aja nih, ujar si pemalas dalam hati.
Si rajin terlihat diam dan serius, seolah dia bisa menjawab seluruh soal dengan jawaban yang benar dan tepat.
“Gue harus dapet nilai lebih bagus daripada dia”, tekad si pemalas. Mengingat bahwa sebenernya si rajin ini adalah musuh dalam selimut.
Dengan serius, tegang, dan berkeringat. Si pemalas dengan mantapnya menggoreskan tinta di lembar jawab ujian, berharap bahwa nilainya bisa lebih baik daripada si rajin. Ia menyadari jika jarang masuk kuliah, tapi bukan berarti harus kalah. “Pepatah yang bagus sih! , hehehehehe”.
Akhirnya si pemalas selesai mengerjakan ujian, mendahului si rajin.
Melihat si rajin masih sibuk mengerjakan ujian, si pemalas pun bertanya kepada teman sebelahnya, “Ehh, menurut lo, si rajin tu orangnya pinter gak sih?”. “Menurut gue sih biasa-biasa aja tuh, ya dari tampangnya sih kelihatan orang pinter”, jawab temannya.
Kemudian si pemalas pun berpikir, bahwa kesempatannya untuk meraih nilai lebih baik daripada si rajin akan berhasil.
Waktu ujian pun telah habis, tampak Dosen Killer berjalan menghampiri setiap kursi untuk mengambil lembar jawab ujian. Si rajin pun akhirnya telah selesai mengerjakan ujiannya.  Dan seperti biasa, ia kembali cari muka kepada Dosen Killer.
Si pemalas dengan mengucap basmallah dan berdo’a semoga nilai ujiannya mendapatkan hasil yang memuaskan. Kemudian ia keluar kelas dan tersenyum kepada si rajin, sambil berkata dalam hati, “Gue pasti menang!”.
Setelah ujian mid semester selesai, si pemalas kembali seperti semula, yaitu menjadi mahasiswa pemalas dan jarang masuk kuliah. Lain halnya dengan si rajin, yang malah menjadi semakin rajin masuk kuliah dan mengikuti segala apa yang ada dikelas.
Ya, emang dasar si pemalas. Huuh !
Seminggu kemudian nilai ujian mid semester dari mata kuliah Dosen Killer pun telah diumumkan. Serta untuk yang kesekian kalinya teman-teman si rajin kembali dikagetkan dengan hasil ujian yang didapatkan oleh si pemalas. Tanpa disangka, si pemalas mendapatkan nilai B, sedangkan si rajin mendapatkan nilai C.
Si rajin dan teman-temannya geleng-geleng kepala, heran.
Dosen Killer memberikan arahan positive kepada si rajin untuk lebih giat belajar lagi. Kemudian, si rajin pun bertanya, “Bu, kok si pemalas dapat nilai B?. Dosen Killer pun menjawab seraya tersenyum, “Karena jawabannya lebih tepat dan tulisannya sangatlah rapi dan bagus. Padahal jarang sekali cowok memiliki tulisan yang rapi dan sebagus itu”.
Si rajin pun tampak sedikit kecewa dengan hasil ujiannya. Ia benar-benar tidak menyangka kalau si pemalas bisa mendapat nilai ujian lebih baik daripada dirinya. “Sungguh aneh”, ujarnya dalam hati.
Seusai kuliah, si pemalas menghampiri si rajin. Dengan senyum manisnya, si pemalas berkata, “Bro, terima kasih, ya”. “Terima kasih untuk apa?”, tanya si rajin dengan wajah sedikit kebingungan. Kemudian si pemalas menepuk pundak si rajin seraya menjawab, “Karena kamulah, aku menjadi termotivasi untuk bersaing”. Si rajin pun mengerti. Ia tersenyum, sambil berjalan pulang meninggalkan si pemalas.
Si rajin pun berpikir. Ternyata dibalik sifat buruknya si pemalas, ternyata masih ada keberanian serta kepercayaan diri untuk berani bersaing dengan sportif. Meskipun dia menang dan mendapatkan nilai bagus, dia juga tidak sombong.
Si rajin pun sadar, bahwa manusia diciptakan dengan segala kekurangan dan kelebihan masing-masing. Dan itu telah terbukti pada dirinya sendiri dan si pemalas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar