Si rajin, adalah seorang mahasiswa yang bisa dibilang sebagai teladan bagi teman-teman sekelasnya. Selalu
menjadi perhatian dosen dan dipandang
sebagai seorang mahasiswa yang smart.
Datang tepat waktu, berpenampilan rapi,
tidak pernah absen disetiap mata kuliah, selalu mengerjakan tugas, dan
aktif dikelas. Itulah si rajin.
Si rajin ini juga pinter
gambar tokoh dalam komik loh ! Hingga
di usianya yang belum genap 20 tahun, ia sudah memakai kacamata. “Masa depannya
cerah !”, mungkin itu yang terlintas dipikiran orang-orang yang melihat
penampilannya. Tapi kalau menurut saya,” biasa
aja kalee !”.
Ya, setiap orang memiliki penilaian yang berbeda. Karena
Indonesia adalah Negara yang Demokrasi. “Wuiih, sok tau tapi bener kan?”, hehehehe.
Sedangkan si pemalas, ia adalah mahasiswa yang tidak layak
untuk dicontoh. Selalu menjadi bahan perbincangan miring
oleh setiap dosen. Para dosen mengeluh karena si pemalas tidak pernah hadir
dikelas, tidak pernah mengerjakan tugas, dan terlihat semaunya sendiri. “Mau
jadi apa dia?”, mungkin keluh setiap
dosen.
Meskipun si pemalas tidak terlihat menonjol dikelas, namun
dia memiliki soft skill yang cukup
mengagetkan teman-temannya. Si pemalas pernah meraih runner up dalam Turnamen Olahraga bidang Catur di Universitas tempat
dia menuntut ilmu. Cukup mengherankan, seorang mahasiswa pemalas bisa meraih runner up dalam turnamen catur. Meskipun
tidak meraih juara satu, namun prestasinya layak untuk diperhitungkan. Padahal
catur adalah bidang olahraga yang cenderung menggunakan otak daripada fisik.
Selain itu si pemalas juga memiliki pekerjaan serabutan ditempat asalnya, yaitu sebagai model. Meskipun hanya model amatiran , namun si pemalas ini selalu
berusaha untuk profesional dengan pekerjaannya tersebut. Dan selalu meraih
hasil yang maksimal dalam setiap pemotretannya. “Woow, keren !”, mungkin itu
kata-kata yang diucapkan setiap wanita yang memujinya.
“Gue malah jadi salut sama si pemalas”, ujar saya dalam hati. Karena mungkin itu termasuk
kategori si penulis, hehehehehe.
Suatu hari, si pemalas berangkat kuliah dan tepat waktu.
“Tumben amat !”, mungkin itu yang ada dibenak para pembaca.
Ya,karena hari itu adalah hari ujian mid semester mata
kuliah Sang Dosen Killer. Sesampainya
dikampus, si pemalas bertemu dengan si rajin, dengan pede nya si pemalas menyapa, “Hai bro, gimana kabarnya? Udah belajar buat ujian nanti belum?”. Si
rajin pun menjawab dengan sinis, “Ahh, apaan lo? Lo aja gak pernah
masuk kuliah. Si pemalas pun malah tertawa dan seraya berkata, “Ehh, gue emang jarang masuk kuliah tapi gue udah nyari materi di mbah google. “Halah, dapet
materi dari mbah google aja bangga !” jawab si rajin dengan
sedikit ngotot dan kemudian berjalan meninggalkan si pemalas untuk menuju
kelas. Si pemalas pun tersenyum kecut.
“Awas aja lo !”, kata si pemalas
dalam hati.
Maklumlah, si pemalas ini memang orangnya mudah marah, bukan
berarti gak penyayang loh. Hehehehehehehe.
. .
Dosen yang dikenal paling menyebalkan dan killer telah masuk kelas dengan raut
wajah seperti harimau yang akan menerkam mangsanya. Lembar jawab pun dibagikan.
Si rajin yang terlihat paling menonjol dikelas, sok menawarkan bantuan kepada Dosen Killer tersebut, alias cari muka. Sedangkan si pemalas, duduk
dikursi paling belakang, pojok, dengan santai dan rileks. Serta penampilannya yang madesu (masa depan suram). Tapi lumayan cool untuk mahasiswa yang memiliki sambilan sebagai model. Sesuai
dengan pekerjaannya.
Ujian pun dimulai, waktu kurang lebih 90 menit, dengan 5
soal yang ditulis di whiteboard .
Setiap soal memiliki jawaban kurang lebih satu paragraph. “Wuiih, udah kayak mau bikin karangan narasi aja nih, ujar si pemalas dalam hati.
Si rajin terlihat diam dan serius, seolah dia bisa menjawab
seluruh soal dengan jawaban yang benar dan tepat.
“Gue harus dapet nilai lebih bagus daripada dia”, tekad si
pemalas. Mengingat bahwa sebenernya si rajin ini adalah musuh dalam selimut.
Dengan serius, tegang, dan berkeringat. Si pemalas dengan
mantapnya menggoreskan tinta di lembar jawab ujian, berharap bahwa nilainya
bisa lebih baik daripada si rajin. Ia menyadari jika jarang masuk kuliah, tapi
bukan berarti harus kalah. “Pepatah yang bagus sih! , hehehehehe”.
Akhirnya si pemalas selesai mengerjakan ujian, mendahului si
rajin.
Melihat si rajin masih sibuk mengerjakan ujian, si pemalas
pun bertanya kepada teman sebelahnya, “Ehh, menurut lo, si rajin tu orangnya pinter
gak sih?”. “Menurut gue sih
biasa-biasa aja tuh, ya dari
tampangnya sih kelihatan orang pinter”, jawab temannya.
Kemudian si pemalas pun berpikir, bahwa kesempatannya untuk
meraih nilai lebih baik daripada si rajin akan berhasil.
Waktu ujian pun telah habis, tampak Dosen Killer berjalan menghampiri setiap kursi
untuk mengambil lembar jawab ujian. Si rajin pun akhirnya telah selesai mengerjakan
ujiannya. Dan seperti biasa, ia kembali cari muka kepada Dosen Killer.
Si pemalas dengan mengucap basmallah dan berdo’a semoga nilai ujiannya mendapatkan hasil yang
memuaskan. Kemudian ia keluar kelas dan tersenyum kepada si rajin, sambil
berkata dalam hati, “Gue pasti
menang!”.
Setelah ujian mid semester selesai, si pemalas kembali
seperti semula, yaitu menjadi mahasiswa pemalas dan jarang masuk kuliah. Lain
halnya dengan si rajin, yang malah
menjadi semakin rajin masuk kuliah dan mengikuti segala apa yang ada dikelas.
Ya, emang dasar si
pemalas. Huuh !
Seminggu kemudian nilai ujian mid semester dari mata kuliah Dosen
Killer pun telah diumumkan. Serta
untuk yang kesekian kalinya teman-teman si rajin kembali dikagetkan dengan
hasil ujian yang didapatkan oleh si pemalas. Tanpa disangka, si pemalas
mendapatkan nilai B, sedangkan si rajin mendapatkan nilai C.
Si rajin dan teman-temannya geleng-geleng kepala, heran.
Dosen Killer
memberikan arahan positive kepada si
rajin untuk lebih giat belajar lagi. Kemudian, si rajin pun bertanya, “Bu, kok si pemalas dapat nilai B?. Dosen Killer pun menjawab seraya tersenyum,
“Karena jawabannya lebih tepat dan tulisannya sangatlah rapi dan bagus. Padahal
jarang sekali cowok memiliki tulisan
yang rapi dan sebagus itu”.
Si rajin pun tampak sedikit kecewa dengan hasil ujiannya. Ia
benar-benar tidak menyangka kalau si pemalas bisa mendapat nilai ujian lebih
baik daripada dirinya. “Sungguh aneh”, ujarnya dalam hati.
Seusai kuliah, si pemalas menghampiri si rajin. Dengan senyum
manisnya, si pemalas berkata, “Bro, terima kasih, ya”. “Terima kasih untuk
apa?”, tanya si rajin dengan wajah sedikit kebingungan. Kemudian si pemalas
menepuk pundak si rajin seraya menjawab, “Karena kamulah, aku menjadi
termotivasi untuk bersaing”. Si rajin pun mengerti. Ia tersenyum, sambil
berjalan pulang meninggalkan si pemalas.
Si rajin pun berpikir. Ternyata dibalik sifat buruknya si
pemalas, ternyata masih ada keberanian serta kepercayaan diri untuk berani
bersaing dengan sportif. Meskipun dia
menang dan mendapatkan nilai bagus, dia juga tidak sombong.
Si rajin pun sadar, bahwa manusia diciptakan dengan segala
kekurangan dan kelebihan masing-masing. Dan itu telah terbukti pada dirinya
sendiri dan si pemalas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar